JUDUL
: EKSPLORASI KEBUTUHAN STAKEHOLDERS
TERHADAP
INFORMASI DALAM LAPORAN AUDIT
PEMERINTAH DAERAH
PENULIS
: Joko Susilo
PENERBIT
: JAAI VOLUME 10
NO. 1
TAHUN
TERBIT : 2006
Latar
Belakang
Dalam
era reformasi ini, pemerintah daerah semakin dituntut untuk membangun adanya
transparansi di dalam setiap kebijakannya. Dengan adanya reformasi di dalam
system pemerintahan, pemerintah pusat melakukan berbagai perubahan yang antara
lain berupa penerbitan Peraturan Pemerintah yakni PP 105 tahun 2000 yang
mengatur tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah,
dilanjutkan Kepmendagri 29/2002 dan KMK 308/2002 yang memberikan kemungkinan
pemerintah daerah untuk menghasilkan pelaporan keuangan tambahan seperti
laporan surplus defisit dan laporan perubahan ekuitas (aktiva netto), serta
menerbitkan Undang-Undang No. 17 tahun 2003 yang mengatur tentang upaya nyata
untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolan keuangan Negara
yakni penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhi
prinsip-prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntansi
pemerintah yang diterima secara umum.
Collin
et al. (1991) dalam penelitiannya mengenai akses terhadap laporan keuangan pemerintah,
menemukan tidak adanya bukti bahwa pihak eksternal dapat mengakses informasi
keuangan pemerintah. Tayyib (1994)
memperjelas permasalahan dengan hasil penelitiannya yang membuktikan hanya
konsultan dan auditor saja yang tidak memiliki keterbatasan akses terhadap
laporan keuangan pemerintah dibandingkan masyarakat sebagai pembayar pajak.
Namun,
terdapat beberapa permasalahan yang muncul berkaitan dengan laporan keuangan
auditan khususnya laporan audit sektor publik yang kemudian mendorong adanya
penelitian ini yakni:
1. Kompleksnya
lingkungan dan tingginya pluralistik yang ada dalam system akuntansi sektor
publik jelas akan mempengaruhi proses pengauditan yang dilakukan. Perhatian
tentang bagaimana permasalahan akuntansi dan pengendaliannya secara khusus
dipelajari dalam sektor publik menjadi isu yang tidak bisa diabaikan, meliputi
sejauh mana laporan tersebut dapat tidak seragam, seberapa fleksibel pelaporan
tersebut dapat dikembangkan dan bagaimana standar akuntansi dikembangkan dalam
pelaporan keuangan sektor publik ini (Henley et al., 1993).
2. Seberapa banyak dan
seberapa luas pengungkapan hasil audit atas laporan keuangan sektor publik
dilaporkan ke stakeholders. Hal ini dikarenakan dalam sektor publik tidak cuma
mengenal
audit keuangan saja,
tetapi juga audit ketaatan, audit efisiensi dan ekonomi serta audit
efektivitas. Sama seperti yang ada dalam
sektor swasta, penganggaran dalam sektor public adalah sebagai bagian dari
control manajemen. Namun, selain sebagai dokumen yang legal, penganggaran dalam
sektor publik juga merupakan dokumen umum yang tersedia untuk umum meskipun
tidak semua pihak dapat mengaksesnya (IFAC, 2000). Konsekuensinya, penganggaran dan varians yang
ada dalam sektor public harus dilaporkan ke masyarakat.
3. Munculnya perdebatan
adanya revisi PSA No. 62 mengenai “Audit Kepatuhan yang Diterapkan Atas Entitas
Pemerintah dan Penerima Lain Bantuan Keuangan Pemerintah”. PSA No. 62 ini
dikodifikasi menjadi Standar Audit Seksi 801 yang digabung bersama Standar
Audit lainnya dalam Standar Profesional Akuntan Publik Per 1 Januari 2001. Karena dinilai menimbulkan standar ganda
dalam pelaksanaan audit entitas pemerintah, maka Dewan SPAP kemudian merevisi
PSA No. 62 dengan Draf Publikasian PSA No. 75 yang mengatur mengenai
Pertimbangan Auditor Dalam Perikatan Audit Terhadap Entitas yang Terkait dengan
Keuangan Negara. Dengan dimunculkannya Draf Publikasian PSA No. 75 inilah
kemudian muncul perdebatan antara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selaku auditor
pemerintah dengan Dewan SPAP (Wibowo, 2002).
4. Belum jelasnya
peraturan yang mengatur secara rinci laporan keuangan auditan sektor publik.
Hal ini dikarenakan UU No. 17/2003 mulai berlaku tahun 2006. Pemeriksaan pengelolaan dan
pertanggungjawaban keuangan negara diatur dalam undang-undang tersendiri, dan
sampai sekarang belum selesai.
5. Belum adanya
penelitian yang meneliti secara khusus kebutuhan stakeholders terhadap
informasi yang tersaji dalam laporan audit atas pemerintah daerah.
Dengan adanya lima
permasalahan di atas, penelitian mengenai penilaian para pengguna laporan
keuangan sektor public terhadap informasi-informasi yang tersaji dalam laporan
audit pemerintah daerah menjadi sangat dibutuhkan. BPK sendiri sampai saat ini
belum secara resmi melaporkan hasil audit yang komprehensif berkaitan dengan
kinerja pemerintah daerah. Laporan
auditor yang dipublikasi baik di media cetak maupun elektronik selain hanya
berupa laporan audit keuangan juga sangat sulit untuk dijumpai. Terkait dengan
lima permasalahan dan kenyataan dalam realita tersebut, penulis menilai bahwa
laporan audit pemerintah daerah belum memenuhi keinginan dan kebutuhan
stakeholders. Untuk itulah penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk
mengeksplorasi apakah laporan audit pemerintah daerah sudah memenuhi kebutuhan
stakeholders. Selain itu, dengan kenyataan yang ada di lapangan, penulis
menilai perlu ada penelitian yang mengeksplorasi kebutuhan informasi audit apa
sajakah yang dibutuhkan oleh stakeholders pemerintah daerah. Selain karena
pertimbangan belum ada penelitian yang sejenis, pertimbangan lain adalah untuk
memberi masukan kepada pemerintah khususnya Badan Pemeriksa Keuangan selaku
auditor pemerintah mengenai informasi yang dibutuhkan dalam pelaporan hasil
auditnya.
METODE PENELITIAN
Zikmunt
(1994)
menjelaskan studi eksploratif dilakukan untuk mengklarifikasi masalah-masalah yang kurang jelas
atau ambigu. Studi eksploratif ini dilakukan untuk memperoleh
informasi
mengenai esensi masalah yang
ada, sebelum dilakukan penelitian berikutnya untuk menentukan
solusi dari masalah tersebut. Menurut Indriantoro dan Bambang (1999) hasil
dari
studi eksporatif ini akan memberi dukungan
informasi berupa klarifikasi masalah untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
Suatu eksplorasi secara khas
dimulai dengan mencari data yang
diterbitkan secara resmi (Cooper dan Emory, 1995). Suatu
eksplorasi
dimulai dengan mempelajari kepustakaan. Jika dirasa sudah memadai, maka tahap berikutnya adalah
melakukan wawancara dan survey untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan-permasalahan
yang ingin diteliti.
Populasi dan Sampel
Dalam penelitian ini
variabelnya
adalah persepsi. Subyek yang menjadi komunitasnya adalah stakeholders
organi- sasi sektor publik di Indonesia. Kelompok stakeholders yang
menjadi sampel dalam
penelitian
ini
adalah pembayar pajak,
pemilih, perbankan pemerintah daerah, per-
bankan swasta, badan
pengamat/LSM, per-
sonel pendidik, pegawai pemerintah, partai
politik, dan anggota legislatif. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Collin et
al. (1991).
Data dalam penelitian ini dikumpul- kan melalui dua cara. Cara pertama adalah adalah mengumpulkan data
sekunder dari perpustakaan seperti telaah literatur dari berbagai buku, jurnal dan beberapa referensi lainnya. Cara kedua
adalah mengumpulkan data primer yaitu data
tentang kebutuhan
informasi stakeholders
dan pelaporan
hasil audit pemerintah daerah yang diperoleh melalui kuisioner yang diberikan kepada responden-responden dan wawancara.
Pengumpulan data
kuisioner dilaku- kan dilakukan selama kurang lebih dua bulan terhitung mulai
minggu
kedua bulan April
sampai dengan
minggu
kedua bulan Juni 2004. Kuisioner dikirim dengan mendatangi baik secara langsung
maupun tidak langsung kepada responden-responden
yang dituju dengan tujuan agar lebih efektif dan memperbesar tingkat pengembalian
kuisioner. Dari 300 kuisioner yang dikirimkan, sebanyak 272 kuisoner
(96,67%) diterima kembali. Dari 272
kuisioner yang diterima tersebut, sebanyak 10 kuisioner tidak diisi
secara lengkap
sehingga tidak dapat diolah kembali. Jadi
jumlah data yang bisa diolah sebesar 262
kuisioner (87,33%) dari total kuisioner. Tabel 1 menjelaskan secara rinci jumlah kuisioner dan tingkat pengem-
baliannya. Komposisi responden dipisahkan sesuai dengan kelompok-kelompok secara individual, meskipun sebenarnya satu individu bisa memiliki lebih dari satu peran sebagai stakeholders. Komposisi responden
menjadi stakeholders dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 2.
Tabel 1:
Ringkasan Pengiriman dan Pengembalian Kuisioner
Total kuesioner yang dikirimkan
|
300
|
Total kuesioner yang kembali
|
272
|
Total kuesioner yang tidak kembali
|
28
|
Total kuesioner yang pengisiannya tidak lengkap
|
10
|
Persentase tingkat pengembalian
|
90,667%
|
Total kuesioner yang dapat diolah
|
262
|
Persentase tingkat pengembalian yang valid
|
87,33%
|
Tabel 2:
Komposisi Responden
Kelompok Responden
|
Jumlah
|
Prosentase
|
Pembayar pajak
|
43
|
16%
|
Pemilih
|
80
|
31%
|
Perbankan pemerintah daerah
|
9
|
3%
|
Perbankan swasta
|
10
|
4%
|
Badan pengamat/LSM
|
19
|
7%
|
Personel pendidik
|
22
|
8%
|
Pegawai pemerintah
|
30
|
11%
|
Partai politik
|
30
|
11%
|
Anggota legislative
|
19
|
7%
|
Total
|
262
|
100%
|
Identifikasi Variabel dan Pengukurannya
Variabel
yang diukur dalam
peneli-
tian
ini
adalah persepsi stakeholders ter- hadap informasi yang
tersaji dalam laporan audit pemerintah daerah. Untuk memperoleh
data mengenai penilaian stakeholders digunakan daftar pertanyaan atau
kuisoner. Persepsi yang
diungkap melalui daftar per- tanyaan diukur dengan skala ordinal. Res- ponden diminta untuk memberikan jawaban sampai seberapa jauh ia setuju atau
tidak setuju terhadap semua pertanyaan yang ada. Variabel penilaian stakeholders
ter- hadap laporan audit dibangun dengan peng- ukuran konstruk karakteristik kualitatif
laporan audit dan luas lingkup audit dalam
sektor publik
(NALGA, 1999).
Karakteristik kualitatif dalam laporan audit tersebut meli- puti; independensi, penjelasan memadai, kesesuaian dengan PABU, kesesuaian
dengan SAP, kesesuaian dengan peraturan pemerintah, penerapan standar
pengauditan, informasi salah saji
material, dasar-dasar
pembuatan opini, struktur pengendalian in- tern, informasi untuk
pengambilan keputus-
an, efisiensi program,
informasi penggunaan dana publik, pengelolaan dana
publik,
efisiensi pengadaan sumber daya,
informasi indikasi kecurangan dan
kebohongan publik, efektivitas dari
program-program, ketepatan
dan relevansi program.
Variabel kebutuhan stakeholders
akan informasi dalam laporan audit peme- rintah daerah
dibangun dengan konstruk
informasi yang dibutuhkan berkaitan dengan
tipe dan luas lingkup
audit yang berlaku untuk
pemerintah daerah seperti audit keuangan, audit kepatuhan, audit
kinerja
(GAO, 1994).
Pengujian Data
Penelitian terhadap permasalahan pertama adalah apakah laporan audit yang dipublikasikan oleh BPK atas
laporan keuangan pemerintah daerah sudah
dapat memenuhi kebutuhan stakeholders akan informasi yang berkaitan dengan audit, di- lakukan dengan dua metode analisis statistik terhadap data yang terkumpul.
Kedua metode analisis statistik
tersebut adalah uji rata-rata instrumen penilaian stakeholders terhadap
laporan audit
pemerintah
daerah dan uji korelasi antara dua variabel yang diidentifikasi dalam penelitian ini.
Bagian kedua dari
permasalahan
penelitian ini
adalah penelitian mengenai
kebutuhan stakeholders akan
informasi yang dibutuhkan dalam
laporan audit pemerintah daerah. Untuk meneliti kebutuhan
stakeholders akan
informasi tersebut, peneliti menggunakan dua metode analisis statistik. Metode yang pertama adalah uji perankingan rata-rata instrumen kebutuhan
stakeholders akan
informasi laporan audit pemerintah daerah, dan metode yang
kedua
adalah uji binomial untuk menentukan
berbagai informasi dan
prosedur yang dianggap penting oleh stakeholders.
Analisis Data
Hasil Pengujian
Uji
Validitas
dan
Reliabilitas
Hasil pengujian validitas menegaskan bahwa
semua item
pernyataan baik yang berupa persepsi (soal 1- soal 17) maupun harapan (soal
1
–
soal 27)
adalah
valid dengan tingkat keyakinan 99%
atau signifikansi 1%.
Karena semua item pernyataan baik dari variabel persepsi maupun dari variabel harapan valid, maka semua item tersebut dapat diikutkan dalam
pengujian reliabilitas.
Untuk variabel persepsi/penilaian
stakeholders mengenai informasi dalam laporan audit pemerintah daerah,
hasil pengujian reliabilitas menunjukkan angka Cronbach Alpha sebesar 0,9083 yang
lebih besar dari batas
yang disebutkan Nunnaly yaitu 0,6. Jadi, dapat disimpulkan bahwa instrumen penilaian stakeholders ini
bersifat reliabel.
Untuk variabel kebutuhan stake- holders terhadap informasi dalam laporan audit pemerintah daerah, hasil pengujian
reliabilitas
menunjukkan angka Cronbach Alpha sebesar 0,9039 yang lebih besar dari batas yang disebutkan Nunnaly
yaitu 0,6.
Jadi, dapat
disimpulkan bahwa instrumen kebutuhan stakeholders ini bersifat reliabel.
Hasil Uji Rata-Rata Penilaian Stakeholders
Pengukuran rata-rata instrument variabel
penilaian stakeholders terhadap
informasi yang tersaji dalam laporan audit diperlukan untuk
menjelaskan secara detail
sejauh mana
stakeholders menilai informasi- informasi tersebut
HASIL PENELITIAN
Dari hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa publik sebagai stake- holders menilai bahwa informasi yang
ada dalam laporan audit pemerintah daerah sampai saat
ini belum memenuhi kebutuhan mereka
akan informasi
hasil audit, baik audit
keuangan, audit
efisiensi dan ekonomi,
dan audit kepatuhan. Terdapat sedikit infor- masi yang dapat dijumpai
sehubungan dengan kesuksesan ataupun kegagalan dalam aktivitas-aktivitas yang dikelola
pemerintah
(Soedibyo, 2002).
Terkait dengan
sistem audit
untuk
pemerintah daerah ini,
Mardiasmo (2002)
memandang perlunya suatu langkah reformasi audit (audit reform)
dalam
sistem pengelolaan keuangan pemerintah daerah. Soedibyo (2002) menambahkan, dalam era
reformasi
ini harus ada alternatif usaha untuk men- capai
akuntabilitas atau pertanggungjawaban
informasi melalui pelaporan yang lebih baik. Tuntutan pembaharuan sistem keuangan tersebut
adalah agar
pengelolaan uang rakyat (public money) dilakukan secara transparan
dengan mendasarkan konsep
value for
money sehingga tercipta akun- tabilitas publik (Mardiasmo, 2002).
Dari pengujian di atas, penjabaran hasil penelitian ini khususnya penilaian stakeholders terhadap informasi yang tersaji dalam laporan audit pemerintah daerah akan sangat diperlukan dan tentu saja diharapkan
akan menjadi satu bagian dari audit reform. Publik menilai bahwa auditor pemerintah dalam hal ini (BPK) sudah bersikap inde- penden dalam
melakukan pemeriksaan terhadap
pemerintah daerah.
UU No. 17 tahun 2003
memberikan wewenang penuh
kepada BPK untuk
mengaudit
pengelolaan
keuangan daerah. Pemberian kepercayaan kepada BPK ini
menjadi bagian penting bagi terciptanya akuntabilitas
publik, mengingat fungsi dan kedudukannya sebagai salah satu lembaga audit pemerintah. Di New
Zealand, sejak tahun 1840 dibentuk The Office of
the Auditor-General (OAG) yang dengan the Audit Act 1858 berperan untuk memberikan jaminan bagi
Parlemen dan publik bahwa organisasi pemerintah telah beroperasi dan melaksanakan kinerjanya sesuai dengan
keputusan Parlemen (Jacobs, 2000).
Dalam hal pelaporan hasil audit, publik menilai penjelasan yang
ada dalam laporan audit belum memadai. Padahal pengauditan dalam sektor publik
berarti providing information on public services to elected representatives and
the general public (Public Audit Forum, 2002). Malan et al. (1984) menjelaskan ketika menyimpul- kan pekerjaan audit dalam penugasan audit,
dalam setiap kasus yang
formal, laporan tertulis harus dipublikasikan. Soedibyo (2002) menjelaskan, sekarang ini baik parlemen (legislatif) maupun BPK selaku supreme auditor, sudah berupaya memak- simalkan
masing-masing peran.
Pihak legislatif mulai perhatian terhadap peng-
gunaan dana
publik
terutama komite anggarannya, sedang BPK mencoba untuk
memberikan informasi yang lebih lengkap kepada pihak
legislatif berkaitan dengan
penggunaan dana publik
tersebut. Sayang- nya, sejauh ini
laporan audit yang diterbit- kan oleh BPK tersebut tidak bisa dicermati
dengan baik oleh pengguna, hal ini dikarenakan laporan-laporan tersebut
tidak memenuhi kebutuhan dari publik
terutama
pihak legislatif (Sudibyo, 2002). Publik, khususnya pihak
legislatif menggunakan laporan-laporan audit pemerintah dengan tujuan untuk
mengembangkan operasional
pemerintah mendatang yang
lebih baik (Priono, 2003).
SIMPULAN, KETERBATASAN
DAN IMPLIKASI
Kesimpulan yang merupakan inti dari analisis dan pengujian data dapat dijelaskan berikut ini.
1) Hipotesis penelitian dalam penelitian ini yakni “Laporan audit atas pemerintah
daerah yang
dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK)
belum memenuhi kebutuhan stakeholders
akan informasi-informasi
hasil audit baik audit keuangan,
audit
kepatuhan, mau- pun audit kinerja pemerintah daerah”
tidak ditolak. Sehingga
penelitian ini berhasil membuktikan secara empiris bahwa laporan audit yang
diterbitkan
oleh Badan
Pemeriksa
Keuangan belum dapat memenuhi kebutuhan stake- holders akan informasi hasil audit atas pemerintah daerah. Dari 17
instrumen
variabel
penilaian stakeholders terhadap informasi dalam laporan audit
peme
rintah daerah,
hanya 6
(enam) instrumen penilaian yang
dianggap memenuhi, inipun
hanya dalam standar minimum. Keenam
informasi tersebut adalah; independensi BPK,
kesesuaian pelaksanaan audit
dengan Standar Audit Pemerintahan, kesesuaian
pelaksanaan audit dengan Standar Profesional Akuntan Publik,
jaminan pernyataan opini pada laporan audit benar-benar didasarkan pada hasil pemeriksaan,
pertimbangan kekuatan dan
kelemahan stuktur pengendalian intern,
dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan. Namun jika
dikaitkan dengan hasil audit kinerja (value for money audit), stakeholders menilai informasi yang tersaji dalam
laporan audit pemerintah daerah belum memberikan informasi
efisiensi, ekonomi
dan
efektivitas
pengelolaan
keuangan pemerintah daerah yang memuaskan untuk mereka.
2) Hasil pengujian
data dalam
penelitian
ini juga menunjukkan beberapa jenis informasi dalam laporan audit pemerintah daerah sangat penting untuk disajikan dalam laporan audit tersebut. Dalam pengujian kedua
penelitian ini, dapat dibuktikan
bahwa
perbedaan antara
instrumen yang bersifat penting
dengan instrumen yang
moderat bukan terjadi karena kebetulan semata tetapi terjadi secara
signifikan. Oleh
karena itu, dapat disimpulkan bahwa informasi yang dinilai penting oleh stakeholders untuk disajikan dalam laporan audit memang penting dan
bukan menjadi penting karena suatu
kebetulan yang dikarenakan sifat sampel penelitian ini.
Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian yang dialamidalam penelitian ini adalah:
1) Jumlah responden yang dikelompokkan
ke dalam pihak legislatif dalam pene- litian ini tidak seperti yang diharapkan
(sangat terbatas
jumlahnya). Hal ini dikarenakan pada saat penyebaran
kuisioner dan pengumpulannya, ang- gota dewan lama sedang sibuk
dengan kegiatan pertanggungjawaban akhir penugasannya.
2) Pertanyaan yang
digunakan dalam kue- sioner penelitian ini
tidak memper- hatikan masalah control question. Kon- sep pertanyaan dibuat
hanya dalam
versi positif saja tanpa menggunakan
alternatif
versi
negatif ataupun netral. Hal ini dikhawatirkan akan memuncul- kan jawaban yang bias dan kurang mewakili persepsi
stakeholders secara menyeluruh.
Implikasi Penelitian
Dengan adanya keterbatasan penelitian di
atas, maka terdapat
sejumlah isu-isu yang
dapat diangkat untuk dijadikan
penelitian-penelitian mendatang. Terkait dengan adanya laporan audit ini, penelitian yang dapat dilakukan berikutnya adalah menguji adanya expectation gap antara
auditor pemerintah dengan stakeholders. Tema ini perlu diteliti, mengingat antara publik dengan auditor pemerintah minimal harus
tercapai kesepemahaman sehingga
laporan audit
bisa benar-benar digunakan sebagaimana mestinya. Penelitian ini bukan berarti untuk menghilangkan kesenjangan
harapan yang
ada, tetapi paling tidak
bisa mengurangi kesenjangan tersebut
dalam batas minimal.
Isu lain yang dapat diangkat dalam
penelitian mendatang adalah penelitian yang menguji adanya
pengaruh laporan auditor
independen terhadap pertanggungjawaban pemerintah daerah dan penyusunan APBD. Seperti diketahui, mulai
tahun 2006, laporan keuangan pemerintah daerah harus diaudit. Temuan dan
pendapat auditor harus ditindaklanjuti oleh dewan legislatif terkait dengan kebijakan politik yang
mereka putuskan.
Jurnal
direview oleh:
AINI
NURUL SUCI